BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Di era reformasi sekarang ini,
Indonesia mengalami banyak perubahan. Perubahan sistem politik, reformasi
ekonomi, sampai reformasi birokrasi menjadi agenda utama di negeri ini. Yang
paling sering dikumandangkan adalah masalah reformasi birokrasi yang menyangkut
masalah-masalah pegawai pemerintah yang dinilai korup dan sarat dengan
nepotisme. Reformasi birokrasi dilaksanakan dengan harapan dapat menghilangkan
budaya-budaya buruk birokrasi seperti praktik korupsi yang paling sering
terjadi di dalam instansi pemerintah. Reformasi birokrasi ini pada umumnya
diterjemahkan oleh instansi-instansi pemerintah sebagai perbaikan kembali
sistem remunerasi pegawai. Anggapan umum yang sering muncul adalah dengan
perbaikan sistem penggajian atau remunerasi, maka aparatur pemerintah tidak
akan lagi melakukan korupsi karena dianggap penghasilannya sudah mencukupi
untuk kehidupan sehari-hari dan untuk masa depannya. Namun pada kenyataannya,
tindakan korupsi masih terus terjadi walaupun secara logika gaji para pegawai
pemerintah dapat dinilai tinggi.
Korupsi dari yang bernilai
jutaan hingga miliaran rupiah yang dilakukan para pejabat pemerintah terus
terjadi sehingga dapat disinyalir negara mengalami kerugian hingga triliunan
rupiah. Tentunya ini bukan angka yang sedikit, melihat kebutuhan kenegaraan
yang semakin lama semakin meningkat. Jika uang yang dikorupsi tersebut
benar-benar dipakai untuk kepentingan masyarakat demi mengentaskan kemiskinan
dan meningkatkan kualitas pendidikan, mungkin cita-cita tersebut bisa saja
terwujud. Dana-dana sosial akan sampai ke tangan yang berhak dan tentunya
kesejahteraan masyarakat akan meningkat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa
latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan,
memutarbalik atau menyogok. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku
pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat,
dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan
pribadi.
Menurut Dr. Kartini Kartono,
korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna
mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum. Selanjutnya, dengan merujuk definisi Huntington diatas, Heddy Shri Ahimsha-Putra
(2002) menyatakan bahwa persoalan korupsi adalah persoalan politik pemaknaan.
Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan
perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai
macam modus.
Seorang sosiolog Malaysia Syed
Hussein Alatas secara implisit menyebutkan tiga bentuk korupsi yaitu sogokan
(bribery), pemerasan (extortion), dan nepotisme. Alatas
mendefinisikan nepotisme sebagai pengangkatan kerabat, teman, atau sekutu
politik untuk menduduki jabatan-jabatan publik, terlepas dari kemampuan yang
dimilikinya dan dampaknya bagi kemaslahatan umum (Alatas 1999:6).
Inti ketiga bentuk korupsi
menurut kategori Alatas ini adalah subordinasi kepentingan umum dibawah
tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran-pelanggaran norma-norma, tugas,
dan kesejahteraan umum, yang dibarengi dengan kerahasiaan, pengkhianatan,
penipuan, dan sikap masa bodoh terhadap akibat yang ditimbulkannya terhadap
masyarakat.
Istilah korupsi dapat pula
mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak
hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula
korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan
kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik
maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau
kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan
melakukan tindak korupsi. Mengutip Robert Redfield, korupsi
dilihat dari pusat budaya, pusat budaya dibagi menjadi dua, yakni budaya kraton
(great culture) dan budaya wong cilik (little culture). Dikotomi budaya selalu
ada, dan dikotomi tersebut lebih banyak dengan subyektifitas pada budaya besar
yang berpusat di kraton. Kraton dianggap sebagai pusat budaya. Bila terdapat
pusat budaya lain di luar kraton, tentu dianggap lebih rendah dari pada budaya
kraton. Meski pada hakikatnya dua budaya tersebut berdiri sendiri-sendiri namun
tetap ada bocoran budaya.
a.
Sebab-Sebab Korupsi
Penyebab adanya tindakan
korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam. Akan tetapi, secara umum
dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan
untuk mendapatkan keuntungan pribadi /kelompok /keluarga/ golongannya sendiri.
Faktor-faktor secara umum yang menyebabkan
seseorang melakukan tindakan korupsi antara lain yaitu :
§ Ketiadaan
atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberi ilham
dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
§ Kelemahan
pengajaran-pengajaran agama dan etika.
§ Kolonialisme,
suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang
diperlukan untuk membendung korupsi.
§ Kurangnya
pendidikan.
§ Adanya
banyak kemiskinan.
§ Tidak
adanya tindakan hukum yang tegas.
§ Kelangkaan
lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
§ Struktur
pemerintahan.
§ Perubahan
radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal, korupsi muncul
sebagai penyakit transisional.
§ Keadaan
masyarakat yang semakin majemuk.
Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne
atau sering disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya korupsi meliputi :
§ Greeds(keserakahan)
: berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam
diri setiap orang.
§ Opportunities(kesempatan)
: berkaitan dengankeadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang
sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan
kecurangan.
§ Needs(kebutuhan)
: berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk
menunjang hidupnya yang wajar.
§ Exposures(pengungkapan)
: berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku
kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.
Bahwa faktor-faktor Greeds dan
Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor) korupsi, yaitu individu atau
kelompok baik dalam organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan korupsi
yang merugikan pihak korban. Sedangkan faktor-faktor Opportunities dan
Exposures berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi,
instansi, masyarakat yang kepentingannya dirugikan.
Menurut Dr.Sarlito W. Sarwono,
faktor penyebab seseorang melakukan tindakan korupsi yaitu faktor dorongan dari
dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya) dan faktor
rangsangan dari luar (misalnya dorongan dari teman-teman, kesempatan, kurang
kontrol dan sebagainya).
Menurut Komisi IV DPR-RI, terdapat tiga indikasi
yang menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, yaitu :
1) Pendapatan
atau gaji yang tidak mencukupi.
2)
Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri.
3) Penyalahgunaan
kekuasaan untuk memperkaya diri.
4) Dalam
buku Sosiologi Korupsi oleh Syed Hussein Alatas, disebutkan ciri-ciri korupsi
antara lain sebagai berikut :
5) Korupsi
senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.
6) Korupsi
pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan.
7) Korupsi
melibatkan elemen kewajiban dan keuntungann timbale balik.
8) Berusaha
menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik perlindungan hukum.
9) Mereka
yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan keputusan-keputusan yang
tegas dan mereka yang mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
10) Setiap
tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat
umum.
11) Setiap
bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
12) Setiap
bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif.
13) Perbuatan
korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam masyarakat.
b.
Macam-Macam Korupsi
Korupsi telah didefinisikan
secara jelas oleh UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 dalam
pasal-pasalnya. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, terdapat 33 jenis tindakan
yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33 tindakan tersebut dikategorikan ke
dalam 7 kelompok yakni :
1) Korupsi
yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
2) Korupsi
yang terkait dengan suap-menyuap
3) Korupsi
yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
4) Korupsi
yang terkait dengan pemerasan
5) Korupsi
yang terkait dengan perbuatan curang
6) Korupsi
yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
7) Korupsi
yang terkait dengan gratifikasi
Menurut Aditjandra dari
definisi tersebut digabungkan dan dapat diturunkan menjadi dihasilkan tiga
macam model korupsi (2002: 22-23) yaitu :
§ Model Korupsi
Lapis Pertama
Berada dalam bentuk suap
(bribery), yakni dimana prakarsa datang dari pengusaha atau warga yang
membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas pelayanan publik atau pembatalan
kewajiban membayar denda ke kas negara, pemerasan (extortion) dimana prakarsa
untuk meminta balas jasa datang dari birokrat atau petugas pelayan publik
lainnya.
§ Model Korupsi
Lapis Kedua
Jaring-jaring korupsi (cabal) antar birokrat,
politisi, aparat penegakan hukum, dan perusahaan yang mendapatkan kedudukan
istimewa. Menurut Aditjandra, pada korupsi dalam bentuk ini biasanya terdapat
ikatan-ikatan yang nepotis antara beberapa anggota jaring-jaring korupsi, dan
lingkupnya bisa mencapai level nasional.
§ Model Korupsi
Lapis Ketiga
Korupsi dalam model ini
berlangsung dalam lingkup internasional dimana kedudukan aparat penegak hukum
dalam model korupsi lapis kedua digantikan oleh lembaga-lembaga internasional
yang mempunyai otoritas di bidang usaha maskapai-maskapai mancanegara yang
produknya terlebih oleh pimpinan rezim yang menjadi anggota jaring-jaring
korupsi internasional korupsi tersebut.
Cara Pencegahan Dan Strategi
Pemberantasan Korupsi
Menurut Baharuddin Lopa,
mencegah korupsi tidaklah begitu sulit kalau kita secara sadar untuk
menempatkan kepentingan umum (kepentingan rakyat banyak) di atas kepentingan
pribadi atau golongan. Ini perlu ditekankan sebab betapa pun sempurnanya
peraturan, kalau ada niat untuk melakukan korupsi tetap ada di hati para pihak
yang ingin korup, korupsi tetap akan terjadi karena faktor mental itulah yang
sangat menentukan.
Dalam melakukan analisis atas
perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga) pendekatan berdasarkan alur
proses korupsi yaitu :
§ Pendekatan
pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi,
§ Pendekatan
pada posisi perbuatan korupsi terjadi,
§ Pendekatan
pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.
Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan
tiga strategi untuk mencegah dan memberantas korupsi yang tepat yaitu :
§ Strategi
Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan
dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya
korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya,
sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya
yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini
melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu
mencegah adanya korupsi.
§ Strategi
Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan
dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi
terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat
ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang
harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai
aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan
korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu
hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
§ Strategi
Represif.
Strategi ini harus dibuat dan
dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang
setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi.
Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat
disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat
dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus dilakukan secara
terintregasi.
Bagi pemerintah banyak pilihan
yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan. Bahkan
dari masyarakat dan para pemerhati / pengamat masalah korupsi banyak memberikan
sumbangan pemikiran dan opini strategi pemberantasan korupsi secara preventif
maupun secara represif antara lain :
1) Konsep
“carrot and stick” yaitu konsep pemberantasan korupsi yang sederhana yang
keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan Singapura. Carrot adalah
pendapatan netto pegawai negeri, TNI dan Polri yang cukup untuk hidup dengan
standar sesuai pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya,
sehingga dapat hidup layak bahkan cukup untuk hidup dengan “gaya” dan “gagah”.
Sedangkan Stick adalah bila semua sudah dicukupi dan masih ada yang berani
korupsi, maka hukumannya tidak tanggung-tanggung, karena tidak ada alasan
sedikitpun untuk melakukan korupsi, bilamana perlu dijatuhi hukuman mati.
2) Gerakan
“Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini
perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan
rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang
lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan
dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini
pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari
dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan.
Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan
dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
3) Gerakan
“Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian, Kejaksaan,
Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki
komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang
status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan
dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur
structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang
sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai posisinya
masing-masing dalam struktur organisasi tersebut
4) Gerakan
“Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah
kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia.
Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat
yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan
menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara
lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau
seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif
membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
5) Gerakan
“Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam
pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan
orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada
pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada
mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena
korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang
melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan.
B. Teori
Partisipasi
Partisipasi adalah
keikutsertaan, peranserta tau keterlibatan yang berkaitan dengan keadaaan
lahiriahnya (Sastropoetro;1995). Pengertian prinsip partisipasi adalah
masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan
pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan
pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam
bentuk materill (PTO PNPM PPK, 2007).
Theodorson dalam Mardikanto
(1994) mengemukakan bahwa dalam pengertian sehari-hari, partisipasi merupakan
keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat)
dalam suatu kegiatan tertentu. Keikutsertaan atau keterlibatan yang dimaksud di
sini bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif ditujukan oleh yang bersangkutan.
Oleh karena itu, partisipasi akan lebih tepat diartikan sebagi keikutsertaan
seseorang didalam suatu kelompok sosial untuk mengambil bagian dalam kegiatan
masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terhadap tumbuh dan berkembangnya partisipasi dapat didekati
dengan beragam pendekatan disiplin keilmuan. Menurut konsep proses pendidikan,
partisipasi merupakan bentuk tanggapan atau responses atas
rangsangan-rangsangan yang diberikan; yang dalam hal ini, tanggapan merupakan
fungsi dari manfaat (rewards) yang dapat diharapkan (Berlo, 1961).
a)
Syarat Tumbuh Partisipasi
Margono Slamet (1985) menyatakan bahwa tumbuh dan
berkembangnya partisipasi masyarakat, sangat ditentukan oleh 3 (tiga) unsur
pokok, yaitu:
1) Adanya
kemauan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi
2) Adanya
kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi
3)
Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi
b) Bentuk-Bentuk
Partisipasi
Hamijoyo membedakan bentuk
partisipasi ke dalam 6 bentuk yaitu (Hamijoyo, 1979:6)
a.
Partisipasi Buah Pikiran
Partisipasi ini diwujudkan
dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang
diikutinya. Sumbangan pemikiran diarahkan kepada penataan cra pelayanan dari
lembaga atau badan yang ada, sehingga dapat berfungsi sosial secara aktif dalam
pemenuhuan kebutuhan anggota masyrakat
b. Partisipasi
Tenaga
Partisipasi jenis ini diberikan
dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang
keberhasilan dari suatu kegiatan
c. Partisipasi
Keterampilan
Jenis keterampilan ini adalah
memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya kepada anggota
masyarakat lain yang membutuhkannya. Kegiatan ini biasanya diadakan dalam
bentuklatihan bagi anggota masyrakat. Partisipaso ini pada umumnya bersifat
nmembina masyarakat agar dapat memiliki kemampuan mememnuhi kebutuhannya.
d.
Partisipasi Uang
Partisiapasi ini adalah untuk
memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan
bantuan
e.
Partisipasi Harta Benda
Diberikan dalam bentuk
menyumbangkan harta benda, biasanya berupa perkakas, laat-alat-alat kerja bagi
yang dijangkau oleh badan pelayanan tersebut.
f. Partisipasi
Social
Partisipasi jenis ini diberikan
oleh partisipan sebagai tanda paguuyuban, misalnya arisan, menghadiri
kematian,berkecimpung dalam sutu kegiatan dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Korupsi adalah suatu
tindak perdana yang memperkaya diri yangsecara langsung merugikan negara atau
perekonomian negara. Jadi, unsurdalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek.
Aspek yang memperkaya diridengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan
uang negarauntuk kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan
kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan
rendahnyapendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras,
kelangkaanlingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber
dayamanusia, serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga
jenis, yaitu bentuk, sifat,dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai
bidang diantaranya, bidangdemokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.
B. Saran
Sikap untuk menghindari
korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini.Dan pencegahan korupsi dapat dimulai
dari hal yang kecil
DAFTAR PUSTAKA
§ Drehel, Axel and
Christos Kotsogiannis, Corruption Around the World: Evidence from a Structural
Mode. 2004
§ Koentjaraningrat,
Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia. 1985
§ Prasetyo, Bambang dan
Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi.
Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. 2005.
§ Singarimbun, Masri dan
Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. 1985
§ W. Creswell, John.
Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches.
London: Sage Publiation, Inc.1994
§
§ http://diklat.sumbarprov.go.id.46.masterwebnet.com/index.php?option=com_content
&task=view&id=80&Itemid=1
§ http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2009/12/pengertian-korupsi-dan-dampak-
negatif.html
§ http://soloraya.net/2010/01/korupsi-dan-pengertiannya/
§ htttp://www.pdfqueen.com/pdf/.../'pengertian-korupsi-menurut-para-ahli/
KATA
PENGANTAR
Puji
dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat taufik dan hidayah – Nya sehingga Penulisan Makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah
saya ini berjudul “Kasus Korupsi dan Pencegahan“ Penulis menyadari banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, itu dikarenakan kemampuan penulis yang
terbatas. Namun berkat bantuan dan dorongan serta bimbingan dari Dosen
Pembimbing serta berbagai bantuan dari berbagai
pihak, akhirnya pembuatan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis
berharap dengan penulisan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis
sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya serta semoga dapat menjadi bahan
pertimbangan dan meningkatkan prestasi dimasa yang akan datang.
Wassalam,
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR
ISI
..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Teori
Korupsi .......................................................................................... 2
a.
Sebab – Sebab Korupsi .................................................................... 3
b.
Macam – Macam
Korupsi.................................................................
5
B. Teori
Partisipasi....................................................................................... 9
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
....................................................................................................... 12
Saran...................................................................................................................
12
DAFTAR
PUSTAKA ..................................................................................... 13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar