Puji
dan Syukur tak henti kita panjatkan kepada Allah SWT yang tiada henti
memberikan nikmat, berkah, dan hidayah-Nya kepada kita semua. Karena nikmat dan
hidayah dari Allah berupa keimanan dan keislaman-lah yang membuat kita tetap
kokoh berjalan di atas jalan Allah. Dan nikmat kesehatan dan kesempatan dari
Allah pula sehingga hari ini kita dapat berkumpul di tempat ini dalam rangka
melaksanakan salah satu aktivitas yang merupakan kewajiban kita sebagai umat
Islam, yakni menuntut ilmu.
Shalawat
dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, yang
diutus oleh Allah SWT ke muka bumi ini sebagai rahmatan lil alamiin, yang telah
menggempur kesesatan dan mengibarkan panji-panji kebenaran, serta memperjuangkan
islam hingga sampai kepada kita sebagai rahmat tak terperi dari allah SWT.
Para
hadirin yang dimuliakan Allah, pada kesempatan kali ini saya akan membawakan
dakwah tentang “Keutamaan menuntut Ilmu”
Kita
lahir di bumi ini dalam keadaan tak berilmu. Oleh karena itu, setiap orang tua
berkewajiban mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada anaknya. Karena
manusia lahir ke dunia dalam keadaan tak berilmu, maka Allah SWT memerintahkan
kepada semua manusia, terutama umat islam untuk belajar atau menuntut ilmu
sebagai bekal untuk menjalani hidup. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul ;
“Belajarlah
karena seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan pandai, dan pemilik ilmu itu
tidak sama dengan orang yang bodoh.”
Dalam
pandangan islam, ilmu adalah sesuatu yang tergolong suci. Ilmu bagaikan pelita
atau cahaya di malam yang gelap. Seseorang tak kan dapat berjalan dengan baik
di malam yang gelap tanpa cahaya atau pelita, demikian pula halnya tak dapat
seseorang membedakan yang benar dan salah, kecuali dengan ilmu. Mengenai
perintah menuntut ilmu, Allah SWT memerintahkan secara tersirat dalam wahyu
yang pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, QS Al-Alaq ayat 1 – 5:
1.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2.
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4.
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
5.
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Wahyu
pertama ini, sebagai tanda pengangkatan Muhammad menjadi utusan Allah,
memerintahkan “Iqro’= bacalah”. Meski tak secara langsung mengatakan
“belajarlah”, namun perintah Allah dalam ayat ini untuk membaca adalah perintah
tersirat kepada manusia untuk belajar, karena membaca merupakan salah satu cara
untuk belajar. Membaca yang dimaksudkan disini tak sekedar membaca buku atau
materi pelajaran, tetapi juga bermakna sebagai perintah untuk membaca dan
memahami tanda-tanda kebesaran Allah.
Tidakkah
kita sadari bahwa wahyu pertama ini, yang memerintahkan untuk membaca
mengandung makna yang luas tentang pentingnya belajar? Allah tidak menurunkan
wahyu pertama berupa perintah untuk shalat, puasa, sedekah, zakat dan
sebagainya, tetapi perintah “Iqro’ = bacalah” yang dapat kita tafsirkan sebagai
perintah untuk belajar. Ini menunjukkan bahwa sebelum kita beramal, kita wajib
berilmu, yang insya Allah akan mengantarkan pada kebahagiaan dunia akhirat.
Islam
tidak menghendaki umatnya sengsara di dunia dan di akhirat. Oleh sebab itu
perintah menuntut ilmu tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan.
Tegasnya, menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam, meskipun di tempat
yang jauh dari negerinya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:
“Tuntutlah
ilmu walaupun di negeri China karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi
setiap muslim. Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka pada
penuntut ilmu karena ridha terhadap ilmu yang dituntutnya.’ (HR ibnu Abdi
Al-bar)
Dari
ayat dan hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum menuntut ilmu pada
dasarnya adalah wajib/fardhu. Ada yang hukumnya fardhu ‘ain seperti menuntut
ilmu agama, terutama yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah seperti cara
berwudhu, shalat, dan sebagainya. Ada pula yang hukumnya fardu kifayah, seperti
ilmu-ilmu yang dibutuhkan untuk mendukung urusan-urusan dunia, seperti ilmu
kedokteran karena ilmu ini menjadi sesuatu yang penting untuk memelihara tubuh,
atau ilmu hitung karena ini menjadi sesuatu yang penting didalam muamalah (jual
beli), pembagian wasiat, harta waris dan lainnya. Selain itu, hukum menuntut
ilmu bisa berubah menjadi haram jika ilmu yang dipelajari dapat mendatangkan
mudharat bagi diri sendiri maupun orang lain, atau menyesatkan dan
membahayakan, seperti ilmu hitam, ilmu sihir, ilmu santet dan sebagainya.
Allah
mewajibkan manusia menuntut ilmu bukan tanpa sebab. Ada banyak sekali keutamaan
menuntut ilmu yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Allah
SWT akan mengangkat derajat orang-orang beriman dan berilmu sebagaimana
firman-Nya dalam QS Al-Mujaadilah ayat 11:
Niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…...” (QS Al-Mujaadilah: 11)
Satu
hal lagi yang harus diketahui, bahwa orang yang berilmu memiliki pendirian yang
teguh, tidak mudah terombang-ambing, serta tidak mudah tergoda oleh bujukan
syaitan. Bahkan dalam sabdanya Rasulullah menyebutkan bahwa seorang yang
berilmu (alim) lebih sulit digoda oleh syaitan dari pada 1000 ahli ibadah yang
tidak berilmu :
“Seorang
yang alim lebih sulit digoda oleh syaitan dari pada 1000 ahli ibadah (yang
tidak berilmu)” (HR. Tirmidzi)
Selanjutnya,
yang tak kalah pentingnya untuk direnungkan adalah bahwa pada suatu saat nanti,
yang kita tak ketahui kapan datangnya, entah hari ini, esok, lusa atau kapan
saja Allah berkehendak, malaikat maut akan datang menjemput kita untuk
menjalani kehidupan lain di alam berbeda. Ketika masa itu tiba, tak ada lagi
yang dapat kita lakukan untuk menambah isi pundi-pundi pahala kita, terputuslah
kita dari kehidupan dunia, kecuali 3 hal yaitu shadaqoh jariyah, ilmu yang
bermanfaat, serta anak sholeh yang selalu mendoakan, sebagaimana sabda Rasul :
“Jika
anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya keculai 3 hal, yaitu
shadaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak shaleh yang selalu mendoakan orang
tuanya.” (HR Muslim)
Hadits
ini menunjukkan pentingnya ilmu pengetahuan sebagai investasi masa depan.
Dengan sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, serta anak soleh yang selalu
mendoakan, kita tetap mendapat tambahan pahala meski kita tak lagi menjalani
kehidupan di alam fana ini. Hadits ini juga menyiratkan perintah untuk
‘memanfaatkan’ ilmu yang kita miliki. Tak hanya sekedar mengetahui suatu ilmu,
tetapi perlu pengamalan dalam kehidupan. Kata orang bijak ‘ilmu tanpa
pengamalan ibarat pohon tanpa buah”. Ada pula yang menyebutkan, ilmu tanpa
amal, pincang, dan amal tanpa ilmu, buta. Oleh karena itu harus ada kesesuaian
antara ilmu dan amal.
Selain
mengamalkan ilmu yang kita miliki, kita juga diperintakan berbagi ilmu atau
mengajarkan ilmu yang kita miliki kepada orang lain. Berbagi ilmu dengan orang
lain tak sama dengan berbagi harta. Jika kita memberikan harta kita kepada
orang lain, maka secara otomatis kita akan kehilangan harta itu atau dengan
kata lain kita tak lagi memilikinya. Berbeda halnya dengan memberikan ilmu.
Jika kita mengajarkan ilmu pengetahuan kepada orang lain, kita tidak akan
kehilangan ilmu pengetahuan yang kita miliki, tetapi malah semakin menambah
penguasaan kita terhadap ilmu tersebut.
Yang
harus kita ingat adalah ilmu yang dimiliki hendaknya tidak membuat kita tinggi
hati dan merasa lebih hebat dari orang lain. Niat menuntut ilmu hendaknya
didasari keikhlasan karena Allah SWT. Orang yang menuntut ilmu dengan niat
untuk membanggakannya di hadapan manusia diancam akan dimasukkan ke dalam
neraka. Sabda rasul yang artinya:
“Janganlah
kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para ulama dan untuk
diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula
menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk
menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu maka baginya
neraka. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)”
Ilmu
pengetahuan berkembangan seiring dengan perkembangan zaman. Jika kita berhenti
belajar, sementara ilmu pengetahuan semakin berkembang, maka kita akan
tertinggal. Oleh karena itu, proses belajar manusia tak hanya berhenti ketika
kita menyelesaikan studi di bangku pendidikan. Menuntut ilmu tak hanya
dilakukan di bangku sekolah atau kuliah. Sejatinya, dunia ini adalah
laboratorium pendidikan. Setiap elemennya adalah sarana untuk menambah wawasan
dan mengambil pelajaran. Karena itulah, proses belajar manusia seharusnya
berawal sejak manusia dilahirkan hingga kematian menjemput. Rasulullah SAW
bersabda:
“Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai liang
lahat”
Hadits
tersebut menjadi dasar dari ungkapan “Long life education” atau pendidikan
seumur hidup. Berdasar dari hadits itu pula, kita seharusnya termotivasi agar
tak pernah lelah untuk belajar. Kita niatkan perjuangan menuntut ilmu ini
sebagai ibadah kepada Allah, dengan niat suatu hari kelak akan kita bagi kepada
orang lain, agar ilmu yang kita miliki tak hanya bermanfaat buat diri kita,
tetapi juga makhluk Allah yang lain. Jangan pernah berhenti belajar hal-hal
bermanfaat, selama kita masih diberi kesempatan oleh Allah. Dengan niat ikhlas
kartena Allah, mudah-mudahan kita semua memperoleh keutamaan menuntut ilmu
seperti yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Aamiin.
Demikianlah
yang dapat saya sampaikan. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Jika ada
kekurangan itu datangnya dari diri saya sebagai makhluk dhoif yang tak luput
dari khilaf, dan atas semua kesalahan itu mohon dimaafkan dan dimohonkan ampun
kepada Allah SWT. Semua kebenaran yang terucap datangnya dari Allah SWT sebagai
sang Khalik yang Maha Sempurna, semoga dapat dijadikan pelajaran dan bahan
renungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar